Mengenal Hukum Adat 'Larwul Ngabal' Masyarakat Kepuluan Kei Maluku Tenggara (Knowing Customary Law 'Larwul Ngabal' of the Kei Islands Society in the Southeast Maluku District)
PKSPL-IPB Working Paper Volume 3, Number 3, July 2012 ISSN 2086-907X
31 Pages Posted: 25 Oct 2012 Last revised: 18 Apr 2013
Date Written: July 29, 2012
Abstract
Negara Kesatuan Republik Indonesia menganut keberagaman pandangan dan pemahaman di bidang hukum. Indonesia mengakui keberadaan hukum internasional, hukum berbasis agama (hukum agama) dan hukum berbasis adat (hukum adat). Dalam prakteknya hukum agama diadopsi sebagai hukum positif, seperti dalam penentuan hukum waris, pernikahan, dan hukum lainnya. Demikian pula hukum adat, sebagian masyarakat masih menggunakan hukum adat sebagai norma hukum dalam mengelola kehidupan sosial, ekonomi dan budaya serta pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan.
Kehidupan masyarakat Kei dewasa ini masih menjunjung tinggi nilai-nilai adat, dimana masyarakat setempat menilai dirinya sebagai bagian dari alam. Hubungan timbal-balik semakin diperkokoh dengan pentingnya memelihara alam untuk sebesar-besarnya kebaikan manusia. Pemanfaatan yang sembarangan hanya akan membuat kesengsaraan.
Pola-pola pemanfaatan berkelanjutan telah dibuktikan mampu memberikan keberlanjutan pemanfaatan, seperti yang mereka lakukan dengan ”buka-tutup” sasi, dimana sudah memperhitungkan waktu, kualitas dan kuantitas dari jenis sumberdaya alam dan lingkungan yang di-sasi. Asas-asas pelestarian, keberlanjutan, optimalisasi dan pemerataan tercermin dalam sikap, perilaku dan tindakan yang menjunjung tinggi kepentingan komunal di atas kepentingan individu maupun golongan yang tampak dalam status dan sistem petuanan serta pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan dalam sistem sasi yang secara implisit mengandung konsep kepemilikan lahan, baik darat dan perairan.
Adopsi sistem nilai lokal ini penting dilakukan mengingat: (i) pihak yang lebih banyak terkena dampak langsung akibat perubahan sumberdaya alam, baik yang berdampak positif maupun negatif adalah masyarakat lokal; (ii) pihak yang lebih akrab dengan karakteristik sumberdaya alam dan lingkungan dari suatu daerah adalah masyarakat lokal; (iii) pihak yang mempunyai rasa memiliki lebih besar terhadap sumberdaya alam adalah masyarakat; (iv) pihak yang paling banyak tergantung terhadap ketersediaan sumberdaya alam dan lingkungan serta mempunyai hak untuk mendapatkan peluang bekerja lebih banyak adalah masyarakat lokal; dan (v) pihak yang mengetahui sistem kepemilikan sumberdaya alam dan lingkungan di suatu wilayah adalah masyarakat.
Untuk mengadopsi sistem nilai 'larwul ngabal' menjadi kebijakan pengelolaan sumberdaya alam dan lingkutan di Kabupaten Maluku Tenggara, maka perlu kiranya mengetahui beberapa indikator kunci keberhasilan seperti yang dikemukakan oleh Pomeroy dan William (1994). Pomeroy dan William menyatakan bahwa terdapat sembilan kunci kesuksesan dari model pengelolaan kolaboratif (adopsi nilai lokal), diantaranya yaitu batas-batas wilayah harus terdefinisi dengan, harus ada kejelasan keanggotaan dalam pengelolaan, harus ada keterikatan yang kuat dalam kelompok, manfaat yang diterima setelah adanya adopsi sistem nilai ini harus lebih besar dari biaya yang dikeluarkan, pengelolaan yang dilakukan bersifat sederhana dan dapat dipahami, legalisasi dari pengelolaan harus bersifat mengikat dan menyeluruh, terjalinnya kerjasama antar kepemimpinan dalam masyarakat, adanya desentralisasi dan pendelegasian wewenang, serta pentingnya intensitas dan kualitas koordinasi antara pemerintah dengan masyarakat yang saling menguntungkan demi sebesar-besarnya keberlanjutan ekologi-ekonomi sumberdaya alam dan lingkungan.
Republic of Indonesia adheres to the view and understanding of diversity in the legal field. Indonesia recognizes the existence of international law, the law of faith-based (religious law) and the law based on customary law (adat). In practice the religion law adopted as positive law, such as the determination of the law of inheritance, marriage, and other laws. Similarly, customary law, some people still use the customary law as the rule of law in managing the social, economic and cultural as well as environmental and natural resource management.
Kei society today still uphold traditional values, where local people consider themselves as part of nature. Interrelationship further strengthened with the importance of preserving nature for the greatest good of man. Indiscriminate utilization will only make misery.
The patterns of sustainable use has been proven to provide sustainable utilization, as they did with the 'open-close' SASI, which take into account the time, quality and quantity of this type of natural resources and environment in the thrill. Principles of conservation, sustainability, and equity optimization is reflected in the attitudes, behaviors and actions that uphold communal interests over the interests of individuals and groups who appear in the status and grouping property system of the land and utilization of natural resources and environment in the SASI system that implicitly contains the concept of ownership land, both terrestrial and marine.
Adoption of local value system is important considering that: the parties more directly affected due to changes in natural resources, both positive and negative impacts are local communities, those who are more familiar with the characteristics of the natural resources and environment of a region is the local community, the parties have a greater sense of ownership over natural resources are public, the most widely depending on the availability of natural resources and the environment and have the right to obtain more work opportunities are local people, and party who knows the system of ownership of natural resources and the environment in the region is the community.
To adopt a value system 'larwul ngabal' a policy of natural resource management and lingkutan in Southeast Maluku regency, then it is important to know some key indicators of success as proposed by Pomeroy and William (1994). Pomeroy and William stated that there are nine key to the success of collaborative management model (adoption of local value), including: the boundaries of the area to be defined, there must be clarity in the management of membership, there must be a strong attachment in the group, the benefits received after the adoption of this value must be greater than the costs, the management is done is simple and understandable, the legalization of management shall be binding and comprehensive, establishment of cooperation between the leadership in the community, the decentralization and delegation of authority, and the importance of the intensity and quality of coordination between the government and society of mutual benefit for the maximum ecological and economic sustainability of natural resources and the environment.
Note: Downloadable document is in Indonesian.
Keywords: hukum adat, larwul ngabal, Kepulauan Kei, Maluku Tenggara, sistem nilai, kebijakan lokal, pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan berbasis masyarakat, local customary, Kei Islands, southeast Maluku, value system, local wisdom, community based natural resources and environment management
Suggested Citation: Suggested Citation